MENGURAI KONFLIK TAMBANG HINGGA PENERAPAN HUKUM YANG BERKEADILAN

Ir. Firdaus dan Novendri Yusdi, S.H

Penanganan konflik pertambangan membutuhkan rasionalitas yang tinggi. Konflik pertambangan di dunia dari tahun ke tahun terus meningkat termasuk di Indonesia. Peningkatan konflik juga dapat diketahui dari tingginya peningkatan kegiatan eksplorasi. konflik juga meningkat seiring tingginya investasi. Dari sini kelihatannya ada korelasi atau keterkaitan antara peningkatan kegiatan eksplorasi dengan konflik yang terjadi. 

Untuk memahami penyebab terjadinya konflik pertambangan, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa dalam kegiatan pertambangan ada yang disebut The Principle of Social Justice (Prinsip Keadilan Sosial).  Prinsip tersebut pada intinya menyangkut kesejahteraan masyarakat sekitar. Prinsip tersebut telah berkembang menjadi filosofi, teori hukum, bahkan telah menjadi naluri.

Adapun yang dimaksud dengan the principle of social justice dalam hal pemanfaatan sumber daya (kekayaan) alam menurut Firdaus Hasan Basri atau lebih dikenal dengan Ir Firdaus HB saat bincang-bincang bersama Novendri Yusdi (yang pernah melakukan mediasi konflik tambang) menerjemahkannya sebagai prinsip dalam kaitan kemanfataan. Dalam hal kekayaan alam yang dimiliki oleh suatu wilayah yang dikembangkan, maka setiap orang harus mendapat kemanfaatan. Pemerintah adalah pihak yang berkewajiban memberikan kemanfaatan tersebut kepada masyarakat. Apabila pemerintah gagal memberikan kemanfaatan, maka masyarakat akan menuntut kemanfaatan itu dari pengembang kekayaan alam.

Konflik tidak terjadi begitu saja tapi ada penyebabnya. Di sisi lain, konflik terjadi karena pemerintah lebih banyak fokus pada pendapatan finansial sehingga kepentingan masyarakat terabaikan.

Adapun kebijakan yang tepat  dapat mengukur hal penyebab terjadinya konflik antara pemerintah dengan korporasi serta pemerintah dengan masyarakat. Konflik bisa terjadi karena korporasi mendapat tekanan dari pemerintah, karena adanya kepentingan masyarakat terabaikan. 

Jika korporasi sudah melakukan apa yang menjadi tanggung jawab pemerintah yaitu membantu atau dalam bahasa memberi kompensasi pada masyarakat atas kegiatan penambangan maka harusnya konflik bisa selesai.

Pemicu konflik dalam sektor pertambangan itu sering dikarenakan adannya ingkar dari perjanjian, permintaan yang meningkat, kepentingan pihak luar (provokasi),  faktor kecemburuan sosial antar pribadi dan faktor kepentingan.

Pendekatan yang dilakukan dalam penanganan konflik adalah pendekatan kompensasi yang selama ini banyak digunakan oleh perusahaan dalam penanganan konflik. Pendekatan kompensasi ialah pendekatan yang menggukan beberapa faktor. Pendekatan ini sulit karena menentukan standar besaran harga, tidak pernah memuaskan, negosiasi antara pihak yang tidak berimbang. Sehingga dari sini seperti menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu meledak.

Konflik pertambangan seringkali terlihat masalah pemerintahan di wilayah pertambangan. Masalah itu seperti tidak hadirnya pemerintah di wilayah tersebut. Selain itu kemampuan menyampaikan pelayanan rendah sehingga kepercayaan warga juga rendah kepada pemerintah. Kepercayaan kepada pemerintah setempat yang rendah juga terjadi karena harapan masyarakat tidak realistis

Dalam sesi pertanyaan seorang bertanya terkait dengan untuk penanganan konflik pertambangan, kalau kami sebagai lawyer biasanya kalau ada konflik antar para pihak, jika tidak bisa damai atau mediasi maka selanjutnya proses ditangani secara hukum. Bagaimana pandangan bapak terhadap penyelesaian masalah secara hukum? Apakah pemerintah atau para pengusaha tambang juga harus melalui proses hukum sehingga menjadi solusi dalam konflik pertambangan. Pertanyaan yang terkait juga adalah untuk penanganan konflik di pemerintah dan di perusahaan apakah ada unit/bagian yang khusus yang menangani? Bagaimana pola penangannya? Apa kriteria orang yang bisa menangani ini? Jika penanganan konflik ini ditangani oleh lembaga lain, lembaga semacam apa yang tepat? apa syarat lembaga tsb. Untuk penanganan mining conflict ini, apakah semua perusahaan seharusnya bekerja sama dengan kantor hukum?

Menurut Firdaus HB, penyelesaian konflik pertambangan melalui jalur hukum itu tidak disukai. Hal itu karena prosesnya “lama”, membutuhkan biaya. Menurutnya proses yang terbaik ialah mediasi. Proses mediasi ini harus dilakukan oleh pihak netral, menguasai dan memahami permasalahan. Ditambahkan oleh Novendri Yusdi, Indonesia masih sedikit yang memiliki sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam mediasi konflik pertambangan. Jadi penyelesaiannya tidak mesti dilakukan melalui jalur hukum. Konflik pertambangan sebenarnya terjadi karena proses diawalnya sudah bermasalah, terjadi kendala dalam komunikasi sosial. Misalnya pihak communicaton relation dari perusahaan yang tidak mengerti kondisi sosial masyarakat sekitar tambang justru dapat menimbulkan konflik.

Berdasarkan pengalaman Firdaus HB, semua penyelesaian konflik pertambangan yang pernah diikutinya melalui jalur hukum atau pengadilan, itu tidak menguntungkan kedua belah pihak dalam jangka panjang. Karena menurutnya belum tentu jaksa, hakim dan pengacaranya memahami dengan benar permasalahan. Pengacara, jaksa, dan hakim cenderung hanya mengacu pada ketentuan perundang-undangan, apalagi jika misalnya yang menyangkut permasalahan masyarakat adat. Menurunya, seharusnya ada satu lembaga khusus yang menangani konflik pertambangan. Misalnya direktorat jenderal konflik yang menangani sejumlah konflik.

Menurutnya, pertambangan memiliki karakter khusus. Sementara itu, terkadang permasalahan pertambangan diurusi oleh kementerian sektor lain, misal Kementerian Lingkungan Hidup. Inspektur tambang juga belum cukup untuk mengurus permasalahan sektor pertambangan. Jadi harus ada direktorat khusus Direktorat Jenderal Minerba yang mengurus permasalahan pertambangan. Mulai dari permasalahan konflik, kesehatan pekerja dan juga kesehatan masyarakat, masalah lingkungan dan masalah sosial lainnya. Direktorat tersebut kemudian bersinergi dengan kementerian terkait agar bisa mencegah dan mengatasi konflik pertambangan.

Ulasan

What do our clients say?